KESENIAN KILININGAN
KESENIIAN KILININGAN
Kiliningan adalah nama dari salah satu alat/waditra, yang akhirnya mengalami perluasan arti menjadi nama salah satu seni karawitan di Sunda. Bentuk penyajiannya kiliningan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penyajian mandiri dan penyajian selingan. Penyajian mandiri adalah penyajian kiliningan secara khusus hanya sekar gending saja. Sedangkan penyajian selingan yaitu sejak kiliningan sebagai bagian dalam pergelaran Wayang Golek. (Soepandi, 1995, 20).
Dalam penyajian kiliningan, gamelan yang sering digunakan yaitu gamelan salendro. Selain menjadi sebuah kebiasaan bagi para seniman kiliningan khususnya, hal tersebut dimaksudkan juga untuk memberikan kebebasan kepada pasinden untuk membawakan lagu dalam berbagai macam laras. Sehingga menjadi penilaian bagi seorang pesinden itu sendiri dalam hal improvisasi ragam senggol dan laras. Juru sekar (sinden dan alok) dan pangrawit merupakan dua unsur terpenting dalam Sajian kiliningan, keduanya telah menyatu. Sehingga terlihat jelas fungsi sekar kepesindenan dalam kiliningan adalah sebagai pembawa lagu baik lagu dalam bentuk sekar tandak maupun bawa sekar.
kiliningan masih hidup dan cukup berperan dalam kehidupan masyarakat sunda di Jawa Barat. Walaupun sudah jarang ditampilkan secara mandiri, kesenian ini masih senantiasa tampil dalam pergelaran wayang golek purwa dalam sejak (gaya) kiliningan. Puncak kejayaan seni kiliningan terjadi pada ’60-an. Seniman penggemar seni kiliningan pada ’60-an masih bisa menyaksikan kehebatan dan popularitas dua pesinden legendaris yang sangat terkenal pada waktu itu, yaitu Upit Sarimah dan Titim Patimah. Seperti pernyataan diatas sebelumnya, pada masa itu pesinden Upit Sarimah dan Titim Patimah memiliki peranan yang lebih menonjol dari pada dalang. Dalam perkembangannya sekarang ini, seni kiliningan tidak lagi sepopuler pada ’60-an. Jenis-jenis kesenian lain, khususnya yang bernuansa seni modern (Barat) telah menggeser kedudukan dan peranan kesenian ini di tengah-tengah masyarakat. (Suci Apriliani, 2012:12-13)
perangkat kiliningan lebih mengutamakan garap sekar, sehingga tabuhan waditranya berfungsi sebagai iringan. Sekar itu sendiri merupakan bagian dari vokal. Yang dimaksud dengan sekar adalah seni suara dengan media utama suara manusia sehingga dapat diartikan sebagai seni vokal. Adapun istilah kepesindenan diambil dari sebutan terhadap orang yang biasa menyajikan lagu-lagu jenis kepesinden, yaitu sinden atau pesinden. Rosida dalam Apriliani (2014:39) (1996:20) mengemukakan bahwa, “sinden adalah sebutan kepada seorang juru kawih yang biasa menyajikan lagu-lagu kiliningan, celempungan, wayang golek, ketuk tilu/tari tradisi, tari rakyat, dsb”. Dengan demikian, istilah kepesindenan merupakan suatu gaya sekar yang biasanya dibawakan oleh para pesinden dalam penyajian kiliningan, celempungan, wayanggolek, ketuk tilu/tari tradisi, tari rakyat, dan sebagainya. Dengan sendirinya istilah ini kemudian muncul dan melekat pada jenis pertunjukan tersebut, sehingga istilah ini menjadi sebuah istilah yang baku sampai dengan sekarang.
Nama : Bunga Puja Anjelia
NIM : 18123045
Sumber : 1. Skripsi Suci Apriliani (2012)
2. Skripsi Iis Ida Rosida (1996)
Kiliningan adalah nama dari salah satu alat/waditra, yang akhirnya mengalami perluasan arti menjadi nama salah satu seni karawitan di Sunda. Bentuk penyajiannya kiliningan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penyajian mandiri dan penyajian selingan. Penyajian mandiri adalah penyajian kiliningan secara khusus hanya sekar gending saja. Sedangkan penyajian selingan yaitu sejak kiliningan sebagai bagian dalam pergelaran Wayang Golek. (Soepandi, 1995, 20).
Dalam penyajian kiliningan, gamelan yang sering digunakan yaitu gamelan salendro. Selain menjadi sebuah kebiasaan bagi para seniman kiliningan khususnya, hal tersebut dimaksudkan juga untuk memberikan kebebasan kepada pasinden untuk membawakan lagu dalam berbagai macam laras. Sehingga menjadi penilaian bagi seorang pesinden itu sendiri dalam hal improvisasi ragam senggol dan laras. Juru sekar (sinden dan alok) dan pangrawit merupakan dua unsur terpenting dalam Sajian kiliningan, keduanya telah menyatu. Sehingga terlihat jelas fungsi sekar kepesindenan dalam kiliningan adalah sebagai pembawa lagu baik lagu dalam bentuk sekar tandak maupun bawa sekar.
kiliningan masih hidup dan cukup berperan dalam kehidupan masyarakat sunda di Jawa Barat. Walaupun sudah jarang ditampilkan secara mandiri, kesenian ini masih senantiasa tampil dalam pergelaran wayang golek purwa dalam sejak (gaya) kiliningan. Puncak kejayaan seni kiliningan terjadi pada ’60-an. Seniman penggemar seni kiliningan pada ’60-an masih bisa menyaksikan kehebatan dan popularitas dua pesinden legendaris yang sangat terkenal pada waktu itu, yaitu Upit Sarimah dan Titim Patimah. Seperti pernyataan diatas sebelumnya, pada masa itu pesinden Upit Sarimah dan Titim Patimah memiliki peranan yang lebih menonjol dari pada dalang. Dalam perkembangannya sekarang ini, seni kiliningan tidak lagi sepopuler pada ’60-an. Jenis-jenis kesenian lain, khususnya yang bernuansa seni modern (Barat) telah menggeser kedudukan dan peranan kesenian ini di tengah-tengah masyarakat. (Suci Apriliani, 2012:12-13)
perangkat kiliningan lebih mengutamakan garap sekar, sehingga tabuhan waditranya berfungsi sebagai iringan. Sekar itu sendiri merupakan bagian dari vokal. Yang dimaksud dengan sekar adalah seni suara dengan media utama suara manusia sehingga dapat diartikan sebagai seni vokal. Adapun istilah kepesindenan diambil dari sebutan terhadap orang yang biasa menyajikan lagu-lagu jenis kepesinden, yaitu sinden atau pesinden. Rosida dalam Apriliani (2014:39) (1996:20) mengemukakan bahwa, “sinden adalah sebutan kepada seorang juru kawih yang biasa menyajikan lagu-lagu kiliningan, celempungan, wayang golek, ketuk tilu/tari tradisi, tari rakyat, dsb”. Dengan demikian, istilah kepesindenan merupakan suatu gaya sekar yang biasanya dibawakan oleh para pesinden dalam penyajian kiliningan, celempungan, wayanggolek, ketuk tilu/tari tradisi, tari rakyat, dan sebagainya. Dengan sendirinya istilah ini kemudian muncul dan melekat pada jenis pertunjukan tersebut, sehingga istilah ini menjadi sebuah istilah yang baku sampai dengan sekarang.
Nama : Bunga Puja Anjelia
NIM : 18123045
Sumber : 1. Skripsi Suci Apriliani (2012)
2. Skripsi Iis Ida Rosida (1996)
Komentar
Posting Komentar