KESENIAN OGEL DI DESA SUKAMAJU MAJALAYA
A. ASAL MUASAL DAN PENGERTIAN
KESENIAN OGEL
Seni
ogel dari dog-dog empat buah, angklung empat buah, tarompet (terompet), kecrek,
dan goong. Sedangkan dalam kesenian Reog alat yang digunakan bisa berupa
berupa, dog-dog Ogel berasal dari kata ugal igel atau gual geol yaitu
gerakan-gerakan badan yang lucu, agar para penonton menjadi gembira, penuh
gelak tawa. (Soepandi dan Enoch Atmadibrata, 1995: 337). Adapun menurut kamus
umum Basa Sunda Ogel adalah Reog,
sarupa tontonan nu biasana ku lalaki opatan nu nyekel dog-dog bari ngabalodor
diselang ku kawih (Ogel adalah Reog,
berupa suatu tontonan/pertunjukan yang biasa dibawakan oleh empat orang
laki-laki sambil melawak yang diselangi oleh nyanyian). Kesenian ogel merupakan
seni cikal bakal menjadi kesenian Reog, namun pada bentuk penyajiannya meliputi
lagu-lagu, pola tubuh dan pada alatnya ada perbedaan misalnya alat yang
digunakan dalam kesenian terdiri, kendang, goong, dan kecrek. Dalam struktur
penyajian kesenian Ogel hampir memiliki kesamaan yaitu terdiri dari beberapa
bagian misalnya, pembukaan (bubuka), penyajian lagu diselingi lawak dan
penutup. Perbedaan antara kesenian Ogel dengan kesenian Reog , dilihat dari
cara penyajiannya dalam Kesenian Reog telah lepas dari komposisi motif-motif
pukulan yang terdapat di atas. Perbedaan lainnya, dalam Ogel pertunjukan
humornya ditempatkan pada saat para penonton telah mengantuk, sedangkan dalam
Reog, kadang-kadang disajikan pada waktu sore hari ketika para penontonnya
masih dalam kondisi segar.
Menurut KBBI Berikut ini adalah Arti, Makna,
Pengertian, Definisi dari kata "ogel" menurut kamus besar
bahasa Indonesia (KBBI) online dan menurut para ahli bahasa.
Kesenian
Reog konon disebut juga Kesenian Ogel atau Doblang. Lain dengan pendapat di
atas, Atik Soepandi (1988J
mengemukakan bahwa reog merupakan perkembangan dari Kesenian Ogel, sedangkan
Ogel sendiri merupakan perkembangan dari Kesenian Doblang. Yang dimaksud
Kesenian Doblang adalah seni karawitan yang terdiri atas 4 (empat) buah dogdog
terompet, angklung, dan gong. Di sana dijelaskan bahwa reog adalah jenis
kesenian tradisional yang memiliki penggemar khusus dan dihargai sebagai seni
budaya yang komunikatif, dialog dengan mimic yang tidak dibuat-buat, efektif
yang menghidangkan dinamika seperti tabuh dogdog, seni suara, karawitan, humor
yang segar, dan tema berupa sempal guyon yang pada umuumnya menyampaikan
prigram pembangunan membantu usaha pemerintah secara luwes melalui dialog hidup
tanpa pidato yang dipaksa.
Penjelasan
mengenai arti istilah Reog tidak diketahui secara pasti. Untuk mengethui apa
yang dimaksud Kesenian Reog kiranya dapat ditelusuri dari Ogel. Ogel berasal
dari kata uga-ogel gual-geol yaitu getrkan-gerakan anggota badan yang lucu agar
penonton terhibur, menjadi gembira, penuh gelak tawa. Peralatan pengiring
Kesenian Ogel terdiri atas empat buah dogdog yang meliputi dogdog besar yang
disebut dengan jongjrong, dogdog kecil disebut panempas, dogdog terkecil
tilingtit, dan dogdog terbesar disebut bangbrang. Keseluruhan dogdog tersebut
berfungsi sebagai melodi ritmik dan metric, sebuah terompet sebagai melodi
serta angklung sebagai iringan.
Dalam
Kamus Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 11 (1990:256) dijelaskan bahwa ogle
berasal dari kata gual-geol yang berarti gerakan pantat yang lucu, suatu bentuk
musik tradisional Sunda dengan waditra kendang (dogdog) dan angklung ubrug
(angklung besar). Ogel menggunakan laras atau tangga nada salendro, degung atau
nyorog. Ogel biasa digunakan sebagai hiburan masal dalam pesta perkawinan atau
khitanan.
Dalam
kesenian Reog peralatan pengiringnya sama dengan peralatan gel, yaitu empat
buah dogdog, sebuah terompet, serta angklung hanya ditambah lagi dengan dua
buah saron barung sebagai rangka lagu,, sebuah rebeb sebagai melodi, kendang,
serta kulanter sebagai pengatur irama dan pendukung gerak, kempul gong sebagai
oemangku irama yaitu menjaga agar tempo tetap, dan sering pula ditambah
akordeon sebagi waditra melodi.
Cara penyajian dalam Kesenian Ogel, pukulan empat buah dogdog membentuk motif-motif sebagai berikut :
Cara penyajian dalam Kesenian Ogel, pukulan empat buah dogdog membentuk motif-motif sebagai berikut :
Ngaleunggeuh,
motif pukulan sebagai isyarat babak pertunujukan akan segera dimulai;
Ngarajah, mengiring lagu pembukaan/kidung sebagai kata pengantar dan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selamat dalam menjalankan tugas;
Kempringan, untuk mengiringi lagu-lagu;
Dengdengtung, motif pukulan untuk mengiringi gerak dan langkah kaki yaitu dua langkah maju dan dan selangkah mundur. Ini mempunyai makna bahwa setiap pekerjaan harus mencontoh pada pengalaman yang lalu, merencanakan proses yang akan dating agar hasilnya baik kuantitas maupun kualitas lebih baik dari yang telah dikerjakan;
Tabeuh jalan, pengiring saat para pemain sedang berjalan atau berkeliling;
Tabeuh saliwat, motif pukulan peralihan menuju atraksi-atraksi humor;
Ngabendrong, motif pukulan bubaran, memberi isyarat bahwa pertunjukan telah selesai.
Lain dengan Ogel, cara penyajian dalam Kesenian Reog telah lepas dari komposisi motif-motif pukulan yang terdapat di atas. Perbedaan lainnya, dalam Ogel pertunjukan humornya ditempatkan pada saat para penonton telah mengantuk, sedangkan dalam Reog, kadang-kadang disajikan pada waktu sore hari ketika para penontonnya masih dalam kondisi segar.
Ngarajah, mengiring lagu pembukaan/kidung sebagai kata pengantar dan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selamat dalam menjalankan tugas;
Kempringan, untuk mengiringi lagu-lagu;
Dengdengtung, motif pukulan untuk mengiringi gerak dan langkah kaki yaitu dua langkah maju dan dan selangkah mundur. Ini mempunyai makna bahwa setiap pekerjaan harus mencontoh pada pengalaman yang lalu, merencanakan proses yang akan dating agar hasilnya baik kuantitas maupun kualitas lebih baik dari yang telah dikerjakan;
Tabeuh jalan, pengiring saat para pemain sedang berjalan atau berkeliling;
Tabeuh saliwat, motif pukulan peralihan menuju atraksi-atraksi humor;
Ngabendrong, motif pukulan bubaran, memberi isyarat bahwa pertunjukan telah selesai.
Lain dengan Ogel, cara penyajian dalam Kesenian Reog telah lepas dari komposisi motif-motif pukulan yang terdapat di atas. Perbedaan lainnya, dalam Ogel pertunjukan humornya ditempatkan pada saat para penonton telah mengantuk, sedangkan dalam Reog, kadang-kadang disajikan pada waktu sore hari ketika para penontonnya masih dalam kondisi segar.
Pelatih
Reog saat ini merupakan keturunan pemain Reog terdahulu. Dahulu, kesenian ini
dipertunjukan pada hajat sunatan (khitanan), mandi kembang, serta untuk mengisi
acara hiburan seusai marhabaan (upacara adat menyambut kelahiran bayi). Pada
perkembangan selanjutnya, dalam acara khitanan lebih sering menggunakan Kesenian
Singa Depok dari Sumedang. Dewasa ini, Kesenian Reog biasa dipentaskan pada
acara hari jadi Indonesia atau suatu instansi, pernikahan, serta sekali-kali
dalam acara sunatan.
Dahulu,
peralatan pengiring Kesenian Reog di Pakutandang terdiri atas: kendang, goong
buyung (terbuat dari drum), serta angklung, dengan lagu-lagu di antaranya
beijudul Awi Ngarambat, Keretegan, Kembang Asih, serta Tarompet. Peralatan
tersebut, dahulu dibuat sendiri oleh orang tua mereka. Adapun 1 sekarang,
peralatan pengiring Kesenian Reog ini berupa: dogdog, kendang, gong besar dan
kecil, tarompet, kecrek, serta angklung, dengan lagu-lagunya yang sering
dibawakan berjudul Banda Urang serta Adu Manis. Peralatan tersebut kini
diperoleh dengan cara membeli dari Bandung. Selain perlengkapan alat pengiring,
perlengkapan lainnya seperti pakaian pemain; berupa kampret, sarung, ikat
kepala, serta celana panjang hitam.
Dahulu,
pemain Reog berjumlah empat belas orang untuk dua babak permainan, dengan satu
kali permainan terdiri atas empat orang pemain, lima orang nayaga, serta
seorang cadangan. Setelah selesai babak pertama yang berlangsung selama lebih
kurang dua setengah jam, kemudian diganti oleh empat orang pemain lainnya.
Namun dewasa ini, kelompok Reog beranggotakan lima orang sebagai nayaga,
seorang sebagai cadangan, dan empat orang sebagai pemain. Dengan tidak adanya
pemain pengganti, maim permainan hanya dilakukan satu babak, dengan
pertimbangan bahwa setiap pemain hanya mampu bermain selama lebih kurang dua
setengah jam.
Bagi
setiap anggota kelompok kesenian ini, ada pantangan atau tabu "ada
main" dengan perempuan sebab akan berakibat hancurnya karir. Oleh karena
itu, jika hendak pentas setiap anggota dilarang keluar/berkeliaaran di luar
tempat pentas. Selain itu, ada tradisi yang masih berlanjut sampai sekarang
yaitu apabila hendak pentas, pemimpin rombongan melaksanakan ngukus (membakar
kemenyan) terlebih dahulu. Adat ini dilakukan mengikuti adat orang tuanya.
Perlengkapan untuk ngukus berupa sesajen diantaranya terdiri atas: air kopi,
rujak, bunga-bunga, serta serutu yang merupakan kesukaan karuhun (leluhur).
Ngukus ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan agar tidak terkena gangguan
mahluk gaib. Sedangkan usaha untuk menarik banyak penggetnar diupayakan dengan
pembacaan mantra.
B. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN KESENIAN
OGEL
Peralatan
yang digunakan dalam Kesenian Reog beserta fungsinya adalah sebagai berikut :
1.
Angklung
Angklung adalah idiophone yang dibuat dari seruas bambu, cara membunyikannya dengan digoyang-goyang.
Angklung adalah idiophone yang dibuat dari seruas bambu, cara membunyikannya dengan digoyang-goyang.
2.
Dogdog
Dogdog adalah waditra membranophone yang berwangkis satu muka, cara membunyikannya dengan ditepuk menggunakan telapak tangan atau dipukul dengan alat pemukul dari kayu atau bambu. Bahan baku dogdog terdiri atas kayu nangka/nyiur sebagai bahan badannya; serta kulit sapi, kerbau, biri-biri atau kambing sebagai bahan penutup muka/bidang (permukaan) dogdog sebagai sumber suara. Bahan tambahan adalah rotan/bambu sebagai bahan wengku atau bibir dogdog serta tali pengikat.
Dogdog adalah waditra membranophone yang berwangkis satu muka, cara membunyikannya dengan ditepuk menggunakan telapak tangan atau dipukul dengan alat pemukul dari kayu atau bambu. Bahan baku dogdog terdiri atas kayu nangka/nyiur sebagai bahan badannya; serta kulit sapi, kerbau, biri-biri atau kambing sebagai bahan penutup muka/bidang (permukaan) dogdog sebagai sumber suara. Bahan tambahan adalah rotan/bambu sebagai bahan wengku atau bibir dogdog serta tali pengikat.
Bentuk dogdog ada dua macam, yaitu :
-Dogdog lojor, berbentuk bulat dan panjang;
-Dogdog biasa, berbentuk bulat dan pendek.
Mengenai warnanya, sebagian besar dogdog berwama hitam atau coklat yang dipernis. Dogdog, konon mempunyai makna yang dalam. Baik dogdog lojor, Doblang, Ogel, atau Reog senantiasa diwujudkan dengan empat buah dogdog, hitungan atau bilangan empat mempunyai makna bahwa hidup di dunia dibungkus dengan badan kasar yang berasal dari empat macam saripati, yaitu; angin, api, tanah, dan air. Maka kalau kita mati, badan kasar itu akan dikubur dan kembali menjadi sari-sari pati (Atik Soepandi,1985-1986 : 79).
Fungsi
waditra dogdog di dalam gending merupakan pembawa, pengatur irama lagu. Jika
lagu akan dipercepat, diperlambat, atau dihentikan, bergantung pada penabuh
dogdog yang digarap oleh dalang Ogel atau Reog. Cara memakai dogdog yaitu tali
diselendangkan atau diikatkan pada pinggang. Lantas dogdog tersebut dikaitkan
atau dimasukkan ke dalam ikatan, dan kedua tangan bergerak memainkan dogdog.
3.
Kendang
Kendang adalah waditra membranophone dengan bahan terbuat dari kayu sebagai badannya dan kulit/wangkis sebagai penutup kedua bidang muka kendang. Cara membuyikannya dipukul atau ditepuk dengan telapak tangan. Bunyi kendang yang: gulipak-gulipek mempunyai arti kotektak-kotektek yang dimaksudkan adalah carilah Tuhan Yang Mahakuasa (Atik Soepandi, 1985¬1986 : 94).
Dalam pembuatan kendang, konon sebelumnya diawali dengan suatu upacara permohonan kepada Tuhan serta para leluhur agar selama pembuatannya diberi keselamatan,
Kendang adalah waditra membranophone dengan bahan terbuat dari kayu sebagai badannya dan kulit/wangkis sebagai penutup kedua bidang muka kendang. Cara membuyikannya dipukul atau ditepuk dengan telapak tangan. Bunyi kendang yang: gulipak-gulipek mempunyai arti kotektak-kotektek yang dimaksudkan adalah carilah Tuhan Yang Mahakuasa (Atik Soepandi, 1985¬1986 : 94).
Dalam pembuatan kendang, konon sebelumnya diawali dengan suatu upacara permohonan kepada Tuhan serta para leluhur agar selama pembuatannya diberi keselamatan,
4.
Tarompet
Tarompet adalah waditra yang termasuk ke dalam rumpun aerophone. Instrumen ini dibuat dari kayu dengan tempurung sebagai alat penahan rongga mulut, dan memiliki tujuh buah lubang nada dan empat (lidah-lidah suara) sebagai sumber bunyi.
Tarompet adalah waditra yang termasuk ke dalam rumpun aerophone. Instrumen ini dibuat dari kayu dengan tempurung sebagai alat penahan rongga mulut, dan memiliki tujuh buah lubang nada dan empat (lidah-lidah suara) sebagai sumber bunyi.
C.
PERKEMBANGAN KESENIAN OGEL PADA KURUN WAKTU
1988-2000 DI KECAMATAN MAJALAYA
Sebagian
masyarakat seleranya mulai beralih pada seni modern karena kesenian-kesenian
tradisional yang masih ada dirasakan terdapat kekurangan-kekurangan dibanding
kesenian modern yang mulai melanda masuk desa (Yoeti, 1986: 10). Gejala ini dipengaruhi oleh adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan adanya perubahan selera dari
generasi muda. Hal ini terjadi pula pada Seni Ogel. Pada saat ini, perkembangan
kesenian Ogel memiliki kesenjangan antara harapan dan kenyataannya. Dalam
kenyataannya, pembinaan kesenian tradisional Ogel dilaksanakan terlambat,
sehingga banyak seni tradisi yang ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya.
Hal tersebut bisa jadi merupakan salah satu dampak dari adanya arus
transformasi seni budaya yang datang dari belahan bumi bagian barat. Grup-grup
kesenian banyak yang “gulung tikar” karena sepinya permintaan untuk pentas. keberadaan
kesenian Ogel yang sudah mulai tergeser oleh kesenian modern, diperlukan usaha-usaha untuk dapat
melestarikan dan mempertahankannya. Usaha tersebut antara lain adanya dukungan
dari masyarakat terutama pelaku atau pendukung dan juga pemerintah setempat
yang masih mencintai kesenian daerah yang dimilikinya
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai
Perkembangan Kesenian Ogel di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Tahun
1988-2000, maka terdapat beberapa hal yang dapat penulis simpulkan, yaitu
pertama, kesenian Ogel bukan merupakan kesenian baru, akan tetapi kesenian yang
sudah ada dan turun temurun diwariskan dari generasi sebelumnya. Seni Ogel berdiri
sejak tahun 1913, sebagai pendiri atau dalang pertama yaitu Abah Wanta dirja dan
dilanjutkan dengan generasi kedua sekitar tahun 1960 yaitu Abah Edi alias Bang
Dapros sebagai dalang. Generasi ketiga sekitar tahun 1980-2000 kesenian Ogel
dipimpin oleh Aang Wiganda beliau adalah Cucu Wantardirja, generasi pertama dengan
personil pada masa Aang Wiganda yaitu Aang Wiganda Sebagai Dalang, dibantu oleh
bang Bondol alias Wahdi, Bang Keuyeup alias Uar, dan Bang Kincir Alias Sadi. Kedua
kesenian Ogel di Kecamatan majalaya keberadaannya telah berlangsung sejak lama
dan menjadi salah satu media hiburan yang sangat digemari masyarakat. Ogel
sebagai seni pertunjukan rakyat dalam perjalannya banyak mengalami perubahan.
Berdasarkan perjalanan perkembangannya, tahun 1913 berfungsi sebagai sarana
dalam menyebarkan agama Islam, Memasuki tahun 1960 fungsi kesenian Ogel tidak
lagi hanya berfungsi sebagai sarana menyebarkan agama Islam, tetapi telah
beralih fungsi sebagai media propaganda dalam memperkuat rasa nasionalisme rakyat
Indonesia dalam melawan penjajah. Adapun sinyal yang menunjukan adanya sebuah
perwujudan rasa nasionalisme melalui kesenian Ogel sebagai medianya, dapat terlihat
dari unsur busana dan properti yang di tampilkan. Busana dan properti kesenian
Ogel wakti itu banyak sekali menampilkan warna-warna merah dan putih sesuai
dengan warna bendera lambang Negara Indonesia. Barulah sekitar tahun 1988 kesenian
Ogel tidak lagi difungsikan sebagai sarana upacara menyebarkan agama Islam dan
fungsi propaganda, tetapi lebih sebagai sebuah suguhan yang mampu menghibur
para penikmatnya. Kesenian Ogel ini dipertunjukan pada acara-acara seperti
hajatan, syukuran pernikahan, khitanan dan memperingati hari kemerdekaan bahkan
di tempat-tempat rekreasi contohnya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
Jakarta . Sekarang pementasan kesenian Ogel hanya sebagai hiburan yang dalam
hal ini erat kaitannya dengan nilai ekonomis. Seiring dengan perkembangan zaman
kreativitas para seniman pun meningkat, Seni Ogel Sekitar tahun 1980-an
mengalami suatu perubahan yang signifikan yakni waditra yang digunakan pada
awalnya, hanya menampilkan 4 waditra dogdog, lalu ditambahkan 4 buah angklung,
terompet, kecrek, dan goong bungbung. Memasuki tahun 2000, kesenian Ogel
mengalami kemunduran, hal tersebut tidak terlepas dari berkurangnya permintaan
untuk melakukan pementasan. Sebagian masyarakat seleranya mulai beralih pada
seni modern seiring maraknya kesenian modern yang muncul di lingkungan
msyarakat. Walaupun kesenian Ogel merupakan kesenian tradisi yang diwariskan
secara turun temurun dari satu generasai ke genarasi selanjutnya, namun dalam
perkembangannya kesenian ini masih belum dapat dikenal secara luas oleh masyarakat
di Kecamatan Majalaya
Sumber referensi :
·
Skripsi Eka Widyasari (0602848) " Perkembangan Kesenian Ogel Dikecamatan Majalaya Kabupaten Bandung" Suatu tinjauan sosial budaya tahun 1988-2000.
·
Skripsi Dedi Suparman (9621017) " Keberadan Kesenian Ogel Pusaka Di Desa Sukamaju Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung " Suatu tinjauan awal.
Penulis
Nama : Herni Heryanti
Nim : (18123049)
Penulis
Nama : Herni Heryanti
Nim : (18123049)
Komentar
Posting Komentar